JMRN, Jakarta-Arvid Martdwisaktyo selaku kuasa hukum Pemohon menjelaskan beberapa poin perbaikan saat sidang lanjutan uji Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Rabu (20/2/2019). Agenda Perkara Nomor 9/PUU-XVII/2019 adalah mendengar perbaikan permohonan.
Adapun, Pemohon memperdalam terkait pengertian “penyidikan” dan “penyelidikan”. “Terkait Pasal 5 KUHAP, kami paparkan bahwa penyelidikan dan penyidikan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dan merupakan satu rangkaian,” jelasnya.
Sebagaimana dirilis pada website resmi Mahkamah KOnstitusi, Majelis Hakim MK menjelaskan bahwa, sementara terkait kedudukan hukum, Pemohon menegaskan pengajuan permohonan dilakukan perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan melalui Kartu Tanda Penduduk.
Perkara dengan Nomor 9/PUU-XVII/2019 tersebut diajukan oleh advokat dan aktivis muslim yang tergabung dalam Aliansi Anak Bangsa. Para Pemohon menguji konstitusionalitas Pasal 77 huruf a KUHAP sepanjang frasa “penghentian penyidikan”. Pasal 77 huruf a KUHAP menyatakan, “Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian, penyidikan atau penghentian penuntutan”. Arvid Martdwisaktyo selaku kuasa hukum para Pemohon menilai telah dirugikan dengan berlakunya KUHAP sepanjang frasa “penghentian penyidikan”. Hal ini lantaran Pasal 77 huruf a KUHAP telah membatasi dan menghilangkan arti dari fungsi kontrol dalam proses penegakan hukum acara pidana, karena sejatinya penyidikan bukan merupakan proses yang dapat dipisahkan dari penyelidikan. Penerapan frasa tersebut telah menghilangkan kepastian dan perlindungan hukum Pemohon sebagai pelapor tindak pidana.
ANDRI ARIANTO | Sumber: Portal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Komentar Anda
0 comments:
Terima kasih atas kunjungan Saudara ke laman berita Jaringan Media Radio Nasinal