Tarakan, JMRN–Sidang gugatan perdata dengan agenda Replik dari Penggugat yakni Kelompok Tani dan Nelayan (Poktanel) Bina Bahari terhadap Eksepsi PT Sumber Kalimantan Abadi (SKA) dan Central Surya Dian Abadi (CSDA) sebagai Tergugat berlangsung tegang. Mengemuka status kepemilikan lahan Binalatung yang sebenarnya memiliki hak.
Dalam sidang yang digelar Kamis, (22/3/2018) itu dipimpin oleh Hakim Ketua Hj Kurniasari Alkas SH, didampingi hakim anggota Herberth G Uktolseja SH dan Hendywanto MK Pello SH di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Tarakan, Kuasa Hukum Poktanel Bina Bahari mengemukakan status Badan Hukum Poktanel Bina Bahari. Hal itu sebagai jawaban dari eksepsi Tergugat yang mempertanyakan kedudukan hukum (Legal Standing) bagi Ketua Umum Poktanel Bina Bahari, Abdul Wahid selaku pemberi kuasa kepada Kantor Hukum J. Fernandez & Co.
BACA JUGA:
Dalam sidang yang digelar Kamis, (22/3/2018) itu dipimpin oleh Hakim Ketua Hj Kurniasari Alkas SH, didampingi hakim anggota Herberth G Uktolseja SH dan Hendywanto MK Pello SH di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Tarakan, Kuasa Hukum Poktanel Bina Bahari mengemukakan status Badan Hukum Poktanel Bina Bahari. Hal itu sebagai jawaban dari eksepsi Tergugat yang mempertanyakan kedudukan hukum (Legal Standing) bagi Ketua Umum Poktanel Bina Bahari, Abdul Wahid selaku pemberi kuasa kepada Kantor Hukum J. Fernandez & Co.
BACA JUGA:
Berlangsung normatif saat sidang, namun pada saat akan keluar dari ruang sidang justru suasana memanas. Bahkan di luar pintu persidangan ke halaman Kantor PN Tarakan sempat terjadi ketegangan dan adu mulut antara pihak Poktanel Bina Bahari dengan PT SKA-CSDA yang berawal dari berdesak-desakan saat keluar sidang.
Dikatakannya, jawaban tergugat yang dibacakan di hadapan majelis hakim pada sidang hari ini perlu dilakukan pihaknya.
Kuasa Hukum PT. SKA dan PT. CSDA, Fachry Zamzam, S.H mengemukakan bahwa pihaknya berencana untuk membawa persoalan perdata ini ke ranah pidana jika tak terbukti nantinya.
“Kita lihat dalam persidangan. Kalau dalam persidangan, tuduhan-tuduhan yang mengatakan kalau kita sering menggunakan aparat, tidak seperti itu. Ada kewajiban bagi orang yang menuduh untuk mengadakan pembuktian. Sepanjang itu tidak dibuktikan, mau tidak mau terpaksa melakukan hal ini (pidana), karena ini fitnah,” katanya.
Siapa objek yang hendak diajukan ke pidana? “Tergantung siapa yang terlibat di situ,” katanya berdiplomasi.
Fachry Zamzam dalam kesempatan itu menyampaikan bahwa terkait perkara perdata tanah ratusan hektar antara PT SKA dan CSDA dengan Poktanel Bina Bahari yang tengah bergulir di persidangan, pada perkara perdata terdahulu sudah mendapat putusan yang dimenangkan oleh pihaknya saat itu berperan sebagai penggugat, hingga tingkat peninjauan kembali (PK).
“Perkara itu pada (beberapa) tahun yang lalu sudah putus, sudah selesai. Kita juga nggak paham sekarang bisa digugat lagi,” katanya.
Dengan adanya putusan tersebut, menurutnya berpatokan pada putusan kepemilikan yang terdahulu di PN Tarakan tahun 2010 Nomor 03/Pdt.G/2010/PN.Trk.
“Secara hukum tidak ada yang namanya pengulangan. Apalagi putusannya (sudah) PK,” katanya menegaskan.
Replik Penggugat Terhadap Eksepsi Tergugat PT SKA-CSDA Usai mendengarkan pembacaan jawaban tergugat yang cukup panjang dalam persidangan, Jerry Fernandez SH CLA selaku kuasa hukum penggugat, kemudian tampil membacakan repliknya di hadapan majelis hakim dan kuasa hukum tergugat pada persidangan.
Menurut Jerry, pada perkara No.7/Pdt.G/2018/PN.Tar tersebut pihaknya menolak dalil-dalil yang dikemukakan tergugat, karena tidak memiliki dasar hukum serta keliru dalam memahami hukum. Ia kemudian meminta pada majelis hakim untuk menolak eksepsi tergugat.
Pertama, Abdul Wahid selaku Ketua Umum Poktanel Bina Bahari yang dinyatakan dalam eksepsi tergugat tidak berhak mewakili poktanel tersebut secara sendiri adalah salah, tidak berdasar atas hukum dan pemikiran yang jelas. Sebab poktanel ini in casu penggugat merupakan suatu perkumpulan yang telah memenuhi syarat formil untuk status badan hukum.
“SK Menkumham Nomor AHU.0015586-AH.01.07 Tahun 2017 tertanggal 29 Oktober 2017. Abdul Wahid dalam kedudukannya sebagai ketua umum merupakan Wettelijke Vertegenwoording, Legal Mandatory atau Legal Repsentative, dengan sendirinya menurut hukum berhak bertindak mewakili suatu badan hukum tanpa surat kuasa dari keseluruhan anggota atau pengurus lain yang menyertainya,” katanya memaparkan.
Terkait statuta Poktanel Bina Bahari, Jerry menjelaskan dalam musyawarah pemilihan ketua umum pada 5 Januari 2017, menjadi tugas dan wewenang ketua umum untuk mengusulkan dan menunjuk pihak-pihak lain secara sendiri, dari dalam maupun luar poktanel dalam penyelesaian persoalan pada poktanel, di pengadilan maupun diluar pengadilan.
Kedua, terkait surat kuasa penggugat tidak sah atau tidak sempurna merupakan suatu kekeliruan yang nyata dalam memahami hukum oleh tergugat. Sebab, belum berkualifikasinya salah seorang penerima kuasa sebagai advokat, Andri Arianto SH bukan merupakan larangan atau prasyarat tertentu untuk dapat menerima kuasa dari yang berkepentingan atau penggugat.
“Menurut hukum hal itu bukan bagian dari syarat sahnya surat kuasa berdasarkan undang-undang, sehingga sepantasnya eksepsi ditolak,” katanya dengan nada tinggi.
Berdasarkan pasal 1814 KUHPerdata, pemberian kuasa merupakan perjanjian hukum sepihak. Karena pemberi kuasa sewaktu-waktu dapat mencabut kembali tanpa perlu meminta persetujuan penerima kuasa. Sehingga surat kuasa tetap sah jika tidak ditandatangani penerima kuasa, karena tidak ada ketentuan hukum yang mewajibkan hal tersebut.
Menurutnya, belum didaftarkannya surat kuasa di pengadilan bukan merupakan syarat sahnya keberlakukan surat kuasa. Penggugat sebelum persidangan telah mendaftarkan surat kuasa tersebut. Kemudian karena adanya perubahan atau penambahan penerima kuasa dalam surat kuasa menjadikan surat kuasa itu menjadi baru. Oleh majelis hakim harus didaftarkan ulang. Perubahan itu keliru dijadikan dasar eksepsi agar gugatan dibatalkan, karena perubahan tersebut tidak menjadi hal yang merugikan bagi tergugat karena tidak menyentuh pokok perkara.
“Hanya bersifat klerikal semata, sehingga sepantasnya eksepsi tergugat dimaknai untuk membatalkan gugatan penggugat, mohon untuk ditolak majelis hakim,” katanya dalam replik.
Lanjutnya, dalam mengemukakan suatu bantahan, hendaknya dilandasi atas dasar argumentasi hukum yang valid. Sehingga memenuhi suatu tangkisan yang mampu mematahkan syarat formil suatu perbuatan hukum. Eksepsi tergugat yang menilai penggugat menggugurkan surat kuasa terdahulu dan belum mendaftarkan surat kuasa baru sungguh bertentangan dengan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan seperti jargon yang menjadi pedoman peradilan.
“Diketahui tidak ada ketentuan secara khusus yang mengikat atas hal yang dikemukakan tergugat. Sepatutnya eksepsi ini ditolak karena tidak memiliki dasar hukum yang pasti,” katanya lagi.
Dikatakannya, tergugat dalam eksepsinya telah absurd menilai persoalan yang menjadi materi pokok perkara. Lancang memohon pada majelis hakim agar majelis hakim yang memeriksa perkara untuk menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili. Ditegaskan penggugat, substansi perkara dalam gugatan penggugat sebelumnya karena adanya kekeliruan alamat atas gugatan yang dilakukan tergugat terdahulu kepada penggugat dan telah diputus menang pada tiap tingkatan peradilan. Bahkan telah dilakukan proses eksekusi yang menjadikan penggugat berada pada posisi sangat dirugikan.
“Padahal diketahui terdapat cacat formil atas gugatan itu, seperti alamat yang salah, dan luasan (lahan) yang tidak valid. Sudah sepantasnya demi hukum dan keadilan, penggugat mohon kepada majelis hakim yang memeriksa perkara untuk menolak eksepsi tergugat atau menyatakan tidak dapat diterima,” paparnya.
Dijelaskannya, ia meminta kepada majelis hakim tanpa mengurangi muatan materil dalam petitum gugatan, memohon pada majelis hakim yang memeriksa perkara agar menyatakan menolak eksepsi seluruh tergugat untuk seluruhnya. Menyatakan gugatan penggugat untuk seluruhnya dapat diterima. Menyatakan mengabulkan gugatan untuk seluruhnya. Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
“Eksepsi keempat tergugat hanyalah suatu upaya untuk mengaburkan apa yang telah tergugat kemukakan dalam gugatan terdahulu dalam kedudukannya sebagai penggugat. Frasa penjelasan alamat, sengaja oleh tergugat tidak disampaikan pada eksepsi. Hal tersebut tidak serta merta dapat menghilangkan unsur kelalaian bagi tergugat, karena semua yang tergugat kemukakan saat menjadi penggugat dahulu akan penggugat kemukakan pada agenda pembuktian mendatang,” paparnya.
Usai pembacaan replik oleh Jerry, Ketua Majelis Hakim, Hj Kurniasari Alkas SH kemudian mengetuk palu menunda persidangan hingga Kamis (29/3) pekan depan, dengan agenda duplik untuk mendengarkan tanggapan dari tergugat terhadap isi replik penggugat.
WAWAN @www.penakaltara.com
EDITOR : ANDRI ARIANTO
Dikatakannya, jawaban tergugat yang dibacakan di hadapan majelis hakim pada sidang hari ini perlu dilakukan pihaknya.
Kuasa Hukum PT. SKA dan PT. CSDA, Fachry Zamzam, S.H mengemukakan bahwa pihaknya berencana untuk membawa persoalan perdata ini ke ranah pidana jika tak terbukti nantinya.
“Kita lihat dalam persidangan. Kalau dalam persidangan, tuduhan-tuduhan yang mengatakan kalau kita sering menggunakan aparat, tidak seperti itu. Ada kewajiban bagi orang yang menuduh untuk mengadakan pembuktian. Sepanjang itu tidak dibuktikan, mau tidak mau terpaksa melakukan hal ini (pidana), karena ini fitnah,” katanya.
Siapa objek yang hendak diajukan ke pidana? “Tergantung siapa yang terlibat di situ,” katanya berdiplomasi.
Fachry Zamzam dalam kesempatan itu menyampaikan bahwa terkait perkara perdata tanah ratusan hektar antara PT SKA dan CSDA dengan Poktanel Bina Bahari yang tengah bergulir di persidangan, pada perkara perdata terdahulu sudah mendapat putusan yang dimenangkan oleh pihaknya saat itu berperan sebagai penggugat, hingga tingkat peninjauan kembali (PK).
“Perkara itu pada (beberapa) tahun yang lalu sudah putus, sudah selesai. Kita juga nggak paham sekarang bisa digugat lagi,” katanya.
Dengan adanya putusan tersebut, menurutnya berpatokan pada putusan kepemilikan yang terdahulu di PN Tarakan tahun 2010 Nomor 03/Pdt.G/2010/PN.Trk.
“Secara hukum tidak ada yang namanya pengulangan. Apalagi putusannya (sudah) PK,” katanya menegaskan.
Replik Penggugat Terhadap Eksepsi Tergugat PT SKA-CSDA Usai mendengarkan pembacaan jawaban tergugat yang cukup panjang dalam persidangan, Jerry Fernandez SH CLA selaku kuasa hukum penggugat, kemudian tampil membacakan repliknya di hadapan majelis hakim dan kuasa hukum tergugat pada persidangan.
Menurut Jerry, pada perkara No.7/Pdt.G/2018/PN.Tar tersebut pihaknya menolak dalil-dalil yang dikemukakan tergugat, karena tidak memiliki dasar hukum serta keliru dalam memahami hukum. Ia kemudian meminta pada majelis hakim untuk menolak eksepsi tergugat.
Pertama, Abdul Wahid selaku Ketua Umum Poktanel Bina Bahari yang dinyatakan dalam eksepsi tergugat tidak berhak mewakili poktanel tersebut secara sendiri adalah salah, tidak berdasar atas hukum dan pemikiran yang jelas. Sebab poktanel ini in casu penggugat merupakan suatu perkumpulan yang telah memenuhi syarat formil untuk status badan hukum.
“SK Menkumham Nomor AHU.0015586-AH.01.07 Tahun 2017 tertanggal 29 Oktober 2017. Abdul Wahid dalam kedudukannya sebagai ketua umum merupakan Wettelijke Vertegenwoording, Legal Mandatory atau Legal Repsentative, dengan sendirinya menurut hukum berhak bertindak mewakili suatu badan hukum tanpa surat kuasa dari keseluruhan anggota atau pengurus lain yang menyertainya,” katanya memaparkan.
Terkait statuta Poktanel Bina Bahari, Jerry menjelaskan dalam musyawarah pemilihan ketua umum pada 5 Januari 2017, menjadi tugas dan wewenang ketua umum untuk mengusulkan dan menunjuk pihak-pihak lain secara sendiri, dari dalam maupun luar poktanel dalam penyelesaian persoalan pada poktanel, di pengadilan maupun diluar pengadilan.
Kedua, terkait surat kuasa penggugat tidak sah atau tidak sempurna merupakan suatu kekeliruan yang nyata dalam memahami hukum oleh tergugat. Sebab, belum berkualifikasinya salah seorang penerima kuasa sebagai advokat, Andri Arianto SH bukan merupakan larangan atau prasyarat tertentu untuk dapat menerima kuasa dari yang berkepentingan atau penggugat.
“Menurut hukum hal itu bukan bagian dari syarat sahnya surat kuasa berdasarkan undang-undang, sehingga sepantasnya eksepsi ditolak,” katanya dengan nada tinggi.
Berdasarkan pasal 1814 KUHPerdata, pemberian kuasa merupakan perjanjian hukum sepihak. Karena pemberi kuasa sewaktu-waktu dapat mencabut kembali tanpa perlu meminta persetujuan penerima kuasa. Sehingga surat kuasa tetap sah jika tidak ditandatangani penerima kuasa, karena tidak ada ketentuan hukum yang mewajibkan hal tersebut.
Menurutnya, belum didaftarkannya surat kuasa di pengadilan bukan merupakan syarat sahnya keberlakukan surat kuasa. Penggugat sebelum persidangan telah mendaftarkan surat kuasa tersebut. Kemudian karena adanya perubahan atau penambahan penerima kuasa dalam surat kuasa menjadikan surat kuasa itu menjadi baru. Oleh majelis hakim harus didaftarkan ulang. Perubahan itu keliru dijadikan dasar eksepsi agar gugatan dibatalkan, karena perubahan tersebut tidak menjadi hal yang merugikan bagi tergugat karena tidak menyentuh pokok perkara.
“Hanya bersifat klerikal semata, sehingga sepantasnya eksepsi tergugat dimaknai untuk membatalkan gugatan penggugat, mohon untuk ditolak majelis hakim,” katanya dalam replik.
Lanjutnya, dalam mengemukakan suatu bantahan, hendaknya dilandasi atas dasar argumentasi hukum yang valid. Sehingga memenuhi suatu tangkisan yang mampu mematahkan syarat formil suatu perbuatan hukum. Eksepsi tergugat yang menilai penggugat menggugurkan surat kuasa terdahulu dan belum mendaftarkan surat kuasa baru sungguh bertentangan dengan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan seperti jargon yang menjadi pedoman peradilan.
“Diketahui tidak ada ketentuan secara khusus yang mengikat atas hal yang dikemukakan tergugat. Sepatutnya eksepsi ini ditolak karena tidak memiliki dasar hukum yang pasti,” katanya lagi.
Dikatakannya, tergugat dalam eksepsinya telah absurd menilai persoalan yang menjadi materi pokok perkara. Lancang memohon pada majelis hakim agar majelis hakim yang memeriksa perkara untuk menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili. Ditegaskan penggugat, substansi perkara dalam gugatan penggugat sebelumnya karena adanya kekeliruan alamat atas gugatan yang dilakukan tergugat terdahulu kepada penggugat dan telah diputus menang pada tiap tingkatan peradilan. Bahkan telah dilakukan proses eksekusi yang menjadikan penggugat berada pada posisi sangat dirugikan.
“Padahal diketahui terdapat cacat formil atas gugatan itu, seperti alamat yang salah, dan luasan (lahan) yang tidak valid. Sudah sepantasnya demi hukum dan keadilan, penggugat mohon kepada majelis hakim yang memeriksa perkara untuk menolak eksepsi tergugat atau menyatakan tidak dapat diterima,” paparnya.
Dijelaskannya, ia meminta kepada majelis hakim tanpa mengurangi muatan materil dalam petitum gugatan, memohon pada majelis hakim yang memeriksa perkara agar menyatakan menolak eksepsi seluruh tergugat untuk seluruhnya. Menyatakan gugatan penggugat untuk seluruhnya dapat diterima. Menyatakan mengabulkan gugatan untuk seluruhnya. Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
“Eksepsi keempat tergugat hanyalah suatu upaya untuk mengaburkan apa yang telah tergugat kemukakan dalam gugatan terdahulu dalam kedudukannya sebagai penggugat. Frasa penjelasan alamat, sengaja oleh tergugat tidak disampaikan pada eksepsi. Hal tersebut tidak serta merta dapat menghilangkan unsur kelalaian bagi tergugat, karena semua yang tergugat kemukakan saat menjadi penggugat dahulu akan penggugat kemukakan pada agenda pembuktian mendatang,” paparnya.
Usai pembacaan replik oleh Jerry, Ketua Majelis Hakim, Hj Kurniasari Alkas SH kemudian mengetuk palu menunda persidangan hingga Kamis (29/3) pekan depan, dengan agenda duplik untuk mendengarkan tanggapan dari tergugat terhadap isi replik penggugat.
WAWAN @www.penakaltara.com
EDITOR : ANDRI ARIANTO
Komentar Anda
0 comments:
Terima kasih atas kunjungan Saudara ke laman berita Jaringan Media Radio Nasinal