Jakarta, RN - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan terhadap Setya Novanto (Setnov), mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (13/12) itu, Setnov pun diganjar tuntutan hukuman penjara seumur hidup.
Setya Novanto didakwa menerima USD 7,3 juta terkait kasus korupsi proyek e-KTP. Jaksa pada KPK menyebut Novanto melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang dan jasa proyek tersebut.
"Terdakwa baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang jasa paket Pekerjaan Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) Secara Nasional," kata JPU pada KPK dalam persidangan.
BACA JUGA:
"Terdakwa baik secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang jasa paket Pekerjaan Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) Secara Nasional," kata JPU pada KPK dalam persidangan.
BACA JUGA:
Atas perbuatan korupsi itu, Setnov dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Lebih rinci disebutkan pada Pasal 2 ayat 1 dimana, Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Dan pada pasal 3, Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Mendengar itu, Setnov pun merasa ada perbedaan fakta hingga mengajukan keberatan atas dakwaan KPK. Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP itu mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibacakan.
Pengajuan eksepsi disampaikan pengacara Novanto, Maqdir Ismail.
"Kami ajukan eksepsi, tapi kami minta waktu yang cukup untuk memahami surat dakwaan," ujar Maqdir kepada majelis hakim.
Menurut Maqdir, diperlukan waktu lebih lama untuk benar-benar mempelajari materi dakwaan jaksa. Apalagi, berkas perkara yang diserahkan kepada pengacara, panjangnya mencapai hampir 1 meter.
RICKY FEBIANTO
EDITOR : ANDRI ARIANTO
Lebih rinci disebutkan pada Pasal 2 ayat 1 dimana, Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Dan pada pasal 3, Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Mendengar itu, Setnov pun merasa ada perbedaan fakta hingga mengajukan keberatan atas dakwaan KPK. Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP itu mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibacakan.
Pengajuan eksepsi disampaikan pengacara Novanto, Maqdir Ismail.
"Kami ajukan eksepsi, tapi kami minta waktu yang cukup untuk memahami surat dakwaan," ujar Maqdir kepada majelis hakim.
Menurut Maqdir, diperlukan waktu lebih lama untuk benar-benar mempelajari materi dakwaan jaksa. Apalagi, berkas perkara yang diserahkan kepada pengacara, panjangnya mencapai hampir 1 meter.
RICKY FEBIANTO
EDITOR : ANDRI ARIANTO
Komentar Anda