BACA JUGA:
- Sindikat Narkoba Miliki Misi Hancurkan NKRI
- Bagian Pertama - Peran dan Tanggung-jawab Kementerian Luar Negeri Melindungi WNI dan TKI di Luar Negeri
Pada 2004 lahir Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang pada pasal 94 ayat (1) dan (2) mengamanatkan pembentukan BNP2TKI. Kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 Tentang Pembentukan BNP2TKI yang struktur operasional kerjanya melibatkan unsur-unsur instansi pemerintah pusat terkait pelayanan TKI, antara lain Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja dan Trasmigrasi, Kepolisian, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan , Imigrasi (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia), Sekretariat Negara, dan lain-lain.
Pada 2006 pemerintah mulai melaksanakan penempatan TKI program Government to Government (G to G) atau antarpemerintah ke Korea Selatan melalui Direktorat Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) di bawah Direktorat Jenderal PPTKLN Depnakertrans.
Pada 2007 awal ditunjuk Moh Jumhur Hidayat sebagai Kepala BNP2TKI melalui Keputusan Presiden Nomor 02 Tahun 2007 Tentang Pengesahan ASEAN Tourism Agreement (Persetujuan Pariwisata ASEAN), yang kewenangannya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.
Tidak lama setelah Keppres pengangkatan itu yang disusul pelantikan Moh Jumhur Hidayat selaku Kepala BNP2TKI, dikeluarkan Peraturan Kepala BNP2TKI No 01/2007 tentang Struktur Organisasi BNP2TKI yang meliputi unsur-unsur intansi pemerintah tingkat pusat terkait pelayanan TKI.
Dasar peraturan ini adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6Tahun 2006 Tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Dengan kehadiran BNP2TKI ini maka segala urusan kegiatan penempatan dan perlindungan TKI berada dalam otoritas BNP2TKI, yang dikoordinasi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi namun tanggung jawab tugasnya kepada presiden.Akibat kehadiran BNP2TKI pula, keberadaan Direktorat Jenderal PPTKLN otomatis bubar berikut Direktorat PPTKLN karena fungsinya telah beralih ke BNP2TKI.
Program penempatan TKI Government to Government ( G to G ) ke Korea pun dilanjutkan oleh BNP2TKI, bahkan program tersebut diperluas BNP2TKI bekerjasama pemerintah Jepang untuk penempatan G to G TKI perawat pada tahun 2008, baik untuk perawat rumahsakit maupun perawat lanjut usia. Dasar hukum BNP2TKI yang melakukan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI diluar penempatan pemerintah yang berbunyi di Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja mengingat pasar
kerja dalam negeri pemerintah dapat mengatur permintaan dan penawaran secara bersama-sama, sedangkan pasar kerja luar negeri masing-masing pemerintah Negara hanya dapat mengendalikan dari satu sisi saja itu yaitu pemerintahan Negara pengirim seperti Indonesia hanya dapat mengendalikan dari segi permintaan, sedangkan pemerintahan Negara menerima mengendalikan dari segi permintaan.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah: “Setiap orang yang mampu melakukan perkerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.”Terbatasnya lapangan pekerjaan di Indonesia, sementara kebutuhan Negara lain terhadap Tenaga Kerja Indonesia, maka dimanfaatkan oleh sebagian pekerja Indonesia mengisi posisi sebagai pekerja di Negara lain yang disebut juga dengan pekerja migrant.
Dimaksud dengan pekerja migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya ketempat lain dan kemudian bekerja ditempat yang bari tersebut dalam jangka waktu relatif menetap. Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan
migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor).
a. Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:
1. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian;
2. Menyempitnya lapangan pekerjaan ditempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah pedesaan yang makin menyempit);
3. Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku sehingga menganggu hak asasi penduduk di daerah asal.
4. Alasan pendidikan, pekerjaan dan perkawinan.
5. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim
kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.
b. Faktor-faktor penarik ( pull factor ) antara lain adalah :
1. Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup
2. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.
3. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
BERSAMBUNG ............
Artikel ini ditulis dalam format Jurnal Akademik oleh Rumbadi, S.H.,M.H, Dosen pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Riau Kepulauan.
EDITOR : ANDRI ARIANTO
Komentar Anda